Masing-masing kita pasti pernah sakit hati. Pernah disakiti dan mungkin tanpa sadar juga menyakiti hati orang lain. Kalau sudah kejadian begitu, "maaf" adalah kata yang kita dan orang lain keluarkan untuk memperbaiki keadaan. Paling tidak itu harapannya. Semua bisa kembali normal lagi, bisa senang-senang lagi.
Tapi kenyataannya tidak segampang itu.
Gw juga pernah mengalami hal tersebut. Disakiti oeleh orang-orang terdekat, yang teramat sangat dekat. Walau mereka sudah meminta maaf, tetap saja kalau tiba-tiba terlintas lagi kejadiannya, hati langsung berasa perih kayak luka dikasih garam sama jeruk nipis. Endessssss...
Suka mikir ga, pada saat orang-orang tersebut meminta maaf, kita seakan-akan dipaksa untuk menerima dan memaafkan mereka. Hanya karena mereka (sepertinya) dengan gampangnya minta maaf, maka kita sebagai manusia yang berada di lingkungan sosial yang "normal"akhirnya meng-iya-kan permohonan maaf mereka. Padahal hati masih sakit. Otak masih mendidih karena amarah.
Kita sulit banget untuk memaafkan orang yang sudah menyakiti hati kita karena kita tidk bisa percaya lagi.
Tidak percaya apa?
Tidak percaya kalau ini orang minta maafnya beneran, apalagi yang udah sering melakukan kesalahan yang sama, pasti susah buat kita percaya kalau maaf yang dia keluarkan benar-benar dari hati.
Trus ada sisi ketidakpercayaan yang lain, yaitu tidak percaya bahwa orang ini ga bakalan nyakitin hati kita lagi. Tau kan, orang yang paling punya potensi untuk menyakiti hati kita adalah orang yang paling dekat dengan kita?
Luka hati sangat berbeda dengan luka fisik. Luka fisik bisa sembuh seiring dengan berjalannya waktu. Namun luka hati tidak bisa diperlakukan sama. Butuh kapasitas hati yang besar untuk bisa menerima bahwa kejadian pahit yang terjadi sudah tidak bisa diperbaiki. Kita harus mampu "move on" dari pengalaman-pengalaman pahit tersebut.
Ngomong memang gampang, melakukannya sangat susah. Gw juga mengalami hal yang sama, sangat sulit untuk memaafkan dan bersikap semua bisa kembali normal. Terkadang, rasanya ingin balas menyakiti supaya mereka tahu bagaimana rasanya menjadi gw.
Tapi bersikap demikian tidak akan mengubah keadaan yang sudah terjadi. Gw harus bisa menerima bahwa semua orang termasuk gw bisa berbuat salah. Ga ada seorang pun di dunia ini yang bisa suci bersih tanpa noda. Kita sama-sama punya potensi untuk menyakiti.
Memaafkan justru baik untuk diri kita. Kita yang tersakiti akan lebih menderita lagi ketika kita tidak mau memaafkan dan "move on" dari keadaan.
Nyadar ga, ketika kita terus-terusan mengingat kesalahan orang-orang tersebut, kita malah semakin tidak bisa melangkah lebih jauh, tidak bisa berkembang, tidak bebas, dan dunia kita menjadi sempit. Di situ-situ aja, diantara sakit hatinya kita. Kita menjadi terpenjara dan terpuruk dengan keadaan dan perasaan yang kita ciptakan sendiri.
Memaafkan dan menerima keadaan. Hanya itu yang harus kita lakukan untuk bisa menikmati hidup lagi. Kita berhak untuk hidup bahagia. Kita harus melangkah untuk menyongsong hidup yang lebih baik, lebih menyenangkan.
Memaafkan dan menerima keadaan merupakan bentuk dari rasa sayang kita terhadap diri kita sendiri. Kalau bukan kita sendiri yang menyayangi diri kita, lalu siapa lagi? Karena kebahagiaan kita ditentukan oleh diri kita sendiri.
Maka maafkanlah, karena itu yang terbaik untuk hatimu.
xoxo
0 comments